Minggu, 16 Maret 2008

LPG, Why not?

Pagi itu, saya berlari tergesa menelusuri Jalan Asia Afrika. Ceritanya mau ikut seminar. Acaranya dijadwalkan pukul 8.00 pagi di Savoy Homann. Karena tidur larut, saya baru bangun pukul 7 lewat. Akhirnya 15 menit menjelang pukul 8 saya baru berangkat dari kos. Hati saya dag dig dug. Takut telat, karena sepertinya acaranya besar. Karena sampai mengundang menteri ESDM segala. Nanti kalau telat dan saya sampai tidak boleh masuk kan berabe dan malu-maluin.

Akhirnya sampai. Saya menenangkan nafas yang masih terengah sebelum masuk Savoy. Sudah pukul 8.15. Tebak apa yang saya lihat! Di dalam ruangan baru ada panitia (karena mereka pakai seragam, jadi saya tahu itu panitia) dan 7-10 orang yang kemungkinan adalah peserta. Ngaret. Mencoba berbaik sangka, mungkin yang lain tidurnya lebih larut dari saya. Sehingga datang jadi lebih telat dari saya. Tapi saya juga belum melihat Purnomo Yusgiantoro, sang menteri ESDM. Berdasarkan jadwal mestinya beliau menjadi keynote speaker, sejak pukul 8.15. Menteri juga ngaret ya?

Acara baru dimulai pukul 9.15. Mundur 1 jam. Menunggu pesertanya ramai dulu mungkin. Dan sayangnya, pak menterinya tidak jadi datang. Beliau diwakilkan oleh Direktur Jendral migas, Luluk Sumiarso. Oh iya saya lupa memberi tahu tema seminar ini. Temanya, kontroversi konversi minyak tanah ke LPG. Makanya sampai mengundang menteri ESDM (yang diwakili DirJen migas).

Dalam ceramahnya, Luluk menyatakan tujuan utama dari program ini sebenarnya adalah untuk meringankan APBN akan subsidi BBM. Harga minyak tanah di pasar dunia sudah mencapai 6.105 Rupiah per liter. Selama ini pemerintah memberi subsidi sehingga masyarakat dapat menikmatinya dengan harga 2.000 Rupiah saja per 1 liter. Cukup berat, karena itu artinya pemerintah harus mengeluarkan subsidi kira-kira 4.000 Rupiah per liter.

Dibanding minyak tanah, subsidi LPG akan lebih hemat. Pemerintah hanya perlu merogoh kocek sebesar 1.750 Rupiah per 1 Kilogram LPG. Sehingga LPG sampai ditangan masyarakat dengan harga 12.000 Rupiah per tabung (Rp 4.000/Kg). sebagai catatan, 1 Kilogram LPG setara dengan 1,7 liter minyak tanah. Lalu menurut Luluk, subsidi BBM ini jadi bisa dialihkan ke arah yang lebih vital. Pendidikan dan kesehatan misalnya.

Memang ada sedikit kenaikan di sisi masyarakat. Apalagi jika harus membeli baru. Tapi untuk itu pun pemerintah sudah membantu dengan menyediakan kompor, asesorisnya, dan tabung LPG dalam keadaan terisi. Semua itu diberikan secara percuma.

***

“Pasca pembagian kompor LPG, banyak tuh pak yang dateng dari perusahaan-perusahaan. Mereka menawarkan regulator dan selang. Terjadi keresahan masyarakat. Katanya regulator dan selang yang gratis dari pemerintah itu tidak layak pakai. Bisa meledak” Ujar Wismunawan, salah satu ketua RW di kawasan Kiara Condong. Dia beserta beberapa ketua-ketua RW lainnya sebandung juga diundang dalam acara ini.

Rupanya ini yang menjadi ketakutan masyarakat selama ini. Tak heran tetap banyak orang yang lebih rela antri minyak tanah seharian. Meski mungkin saja mereka sudah mendapat kompor dan LPG gratis di dapurnya. Daripada rumahnya meledak. Set kompor dan LPG itu akhirnya cuma jadi pajangan di rumah.

Mengenai hal ini, Heri Purnomo, Direktur Pembinaan Program migas, yang juga diundang ke acara ini, mengklaim bahwa itu cuma ancaman. Pemerintah menjamin bahwa semua asesoris kompor yang dibagikan layak pakai. “Kalau yang kayak gitu sih. Jangankan masyarakat, rumah saya juga didatengin sales itu.” jelas Heri. Bahkan menurutnya, jika sampai terjadi kecelakaan dalam penggunaan kompor, pemerintah menyediakan asuransinya. Hanya saja, selama ini masih belum tertulis. Lho…

Tapi namanya proyek pembagian gratis. Tidak tertutup kemungkinan pemerintah bisa saja ingin praktis. Yang penting gas, kompor dan asesorisnya bisa dibagi gratis, kualitas dan keamanannya urus belakangan. Kongkritnya, apakah pemerintah benar-benar memantau langsung pembuatan perangkat tersebut? Seandainya benar-benar dipantau, harusnya pemerintah bisa mengantisipasi klaim-klaim negatif. Dan dengan berani mengatakan bahwa semua perangkat yang dibagi itu aman. Faktanya, asuransinya malah belum berani dituliskan eksplisit.

Pertanyaan ini ingin sekali saya ajukan di sesi tanya-jawab. Tapi, saya terlalu lama mengumpulkan keberanian. Susah rasanya bicara di depan khalayak ramai. Takut gugup. Takut orang-orang melihat bahwa saya memegang mikrofon dengan gemetar. Dan belum lengkap keberanian saya muncul, waktu seminar sudah habis. Selesai. Makanya saya tulis di blog saja. Siapa tahu ada wakil pemerintah nyasar ke blog ini dan bisa jawab. Amiiin. Hehehe…

Tapi di luar itu semua, saya setuju dengan program ini. Pembakaran minyak tanah yang tidak sempurna, menyebabkan lebih banyak karbon berbahaya yang terlepas ke udara. Gas rumah kaca semakin bertambah. Artinya pemanasan global semakin cepat. Jadi, mari kita bantu pemerintah dalam mengurangi polusi gas rumah kaca. Lho??